Minggu, 05 Juli 2009

Pentingkah Ushul an-Nahwi???

Pentingkah Ushul an-Nahwi???

Dalam studi Bahasa Arab ilmu nahwu merupakan hal yang sangat vital untuk dikuasai. Bukan hanya faham teorinya, namun sekaligus trampil dalam prakteknya. Sebab dalam tataran realitas, tidak sedikit teridentifikasi adanya kebingungan pada seseorang yang hapal dan faham teori namun kurang bisa mengaplikasikan dalam sebuah teks, terutama pada syair dan teks hadis serta al-Qur‘an. Ilmu nahwu yang merupakan bagian dari materi gramatika arab sangat erat kaitannya dengan ilmu ushul an-nahwi, karena ushul an-nahwi merupakan akar sedangkan ilmu nahwu adalah pohonnya yang penuh dengan ranting dan bercabang-cabang. Jelas pohon tanpa akar tidak akan bisa bertahan lama, apalagi bisa tumbuh dan berkembang.
Dalam belantika keilmuan Islam yang banyak bersumber dari bahasa arab, nahwu meruapakan alat untuk membuka kran informasi yang tidak bisa diabaikan. Sebab untuk menemukan sebuah pemahaman yang meniscayakan, ilmu nahwu adalah kuncinya yang harus selalu dibawa dan tidak bisa dilupakan sesaat pun. Namun bagi mereka yang ingin mengkaji secara mendalam dan mengembangkan ilmu nahwu pada tataran realitas kehidupan yang tak pernah berkesudahan sesuai dengan konteks waktu dan tempat, tidak akan bisa terlepas dari kajian dalam bidang usulnya.
Ilmu ushul an-nahwi memiliki peran yang sangat penting dalam sebuah teks yang berbahasa arab dan perannya adalah sangat penting sebagaimana peran pada ilmu nahwu. Apalagi bagi mereka yang memiliki keinginan untuk memperdalam bahasa arab, ilmu ini tidak akan bisa terpisahkan untuk dianalisa dan dikuasai. Alasannya antara lain:
Menyingkap standar kaidah ilmu nahwu apakah muthlak kebenaranya ataukah relative.
Ketika berhadapan pada sebuah teks, kita akan selalu dihadapkan pada kata dan susunan kata atau kaliama yang bervariasi ragamnya. Mulai dari kalimat isim, kalimat fi‘il, kalimat huruf dan yang serupa dengannya.Demikian juga susunan kalimatnya, mulai dari susunan ismiyah, fi‘liyah, idhafiyah dan lain sebagainya, yang bentuknya juga beragam. Untuk membaca secara fashih Tak jarang hal ini membuat kita mengernyitkan dahi karena sibuk mimikirkan untuk menerapkan bacaan yang sesuai dengan kaidah yang telah dibakukan oleh ulama.Umpamanya ketika kita bertemu dengan susunan istighal, misalnya عمرا ضربته atau susunan munada يا عبدا الله misalnya, sesuai dengan kaidah nahwu bahwa di dalam kedua susunan tersebut ada kata yang terbuang, yakni ضربت dan ادعوا. Ketika kita belum menganalisa usul an-nahwi, kemungkinan besar kaidah seperti ini akan kita niscayakan mutlak dan tidak bisa diganggu gugat dan harus demikian. Namun kita akan sadar bahwa susunan dan pentakwilan tersebut hanyalah meruapakan pengaruh teori amil yang digagas ulama demi memudahkan dalam menerapkan i‘rab pada kalimat tersebut. Dan boleh-boleh saja kita mengabaikan teori tersbut, jika lebih memberi kemudahan kepada kita. Di sisi lain juga kita akan di hadapakan dengan kata-kata yang taufiqi yang tidak bisa di rubah dan diperbaharui, karena merupakan istilah yang ciptakan oleh tuhan. Dalam artian, antara ijtihadi dan taufiqi dalam kaidah an-nahwiyah hanya akan kita fahami jika kita menganalisa metodologi dan epistemologi dalam ushul an-nahwi.
Menganalisa latar belakang munculnya sebuah kaidah.
Munculnya sebuah aturan atau teori yang digagas oleh para pakar nahwu tidak akan terlepas dari metodologi yang dipakainya. Hal ini tidak akan terfikirkan oleh para pengkaji gramatiaka arab, ketika tidak lebih dahulu menganalisa ushul an-nahwi. Kerangka dasar yang digunakan oleh para pakar untuk menelorkan sebuah teori biasanya tidak terlepas dari ijma, qiyas, istishab dan sima‘i. Misalnya dalam i‘rabnya fi‘il mudhari‘ yang asalnya adalah mabni, karena asalnya fi‘il adalah mabni. Dalam memproduksi sebuah teori bahwa fi‘il mudhari adalah mu‘rab tidak terlepas dari metode yang di pakai oleh pakar nahwu, yakni metode qiyas. Fi‘il mudhari‘ dianalogikan dengan isim yang asalnya adalah mu‘rab dengan dua alasan. Petama sama-sama ‘am sebelum ditakhsis dengan huruf sin dan saufa dan lain-lain pada zamnnya fi‘il mudhari‘, dan nakirahnya kalimat isim sebelum kemasukan al atau idhafah dan perangkat yang lain. Setelah itu bisa sama-sama khas setelah dimasuki perangkat tersebut. Bisa khusus zaman mustaqbal ketika di masukin saufa pada fi‘il mudhari‘ dan bisa ma‘rifat setelah di masuki al. ‘Ilat yang kedua sama-sama bisa dimasuki lam al-ibtidaiyah. Karena antara fi‘il mudhari dan kalimat isim memiki titik kesamaan maka fi‘il mudhari bisa mu‘rab sebagaimana isim.
Untuk mengetahui keberanian orang arab dalam mengolah gramatika arab dalam kalam natsar maupun syair.
Ketika kita memahami usul an-nahwi berati kita faham akan metodologi yang digunakan oleh ulama dalam menggagas sebuah teori yang matang dan siap untuk diapalikasikan dalam sebuah teks, baik yang terkait bacaan yang fushah ataupun kebenaran susunan uslub saat menulis atau ta‘bir. Nah sering kita jumpai bentuk kata atau susunan sebuah kalimat yang tidak sesuai dengan kaidah yang sudah disepakati oleh para ulama. Misalnya kata كل, kata ini telah disepakati untuk tidak bisa dimasuki ال , namun Abu Ali al-Farisi memberanikan diri melakukan rekonstruksi terhadap kesepakatan tersebut. Beliau melakukan analisa dengan menggunakan metode analogi terhadap kata كل yang selalu butuh pada مضاف اليه dengan مضاف pada kata yang lain. Ketika مضاف pada kata yang lain bisa dimasuki ال ketika مضاف اليه dibuang, maka sudah tentu كل bisa dimasuki ال jika مضاف اليه nya di buang.
Bahkan menurut muhammad Mishbal dalam al-balaghah wal ushul, bahwa standar keberanian orang arab dalam mengolah kata adalah di titik beratkan pada pesan yang di sampaikan bukan pada kaidah nahwu yang sudah di sepakati. Sedangkan menurut Syauqi Dhaif bahwa para ulama klasik dalam membuat standar dalam kaidah nahwu dengan tujuan memberi kemudahan untuk mempelajari bahasa arab belum mencapai tujuan yang diharapkan. Sehingga beliau membuat trobosan baru dengan melakukan rekonstruksi dan dekonstruksi pada ushul an-nahwi lewat bukunya at-Tajdid an-Nahwi dan Taisir an-Nahwi at-Ta‘lîmî ma‘a nahji tajdîdihî sebagai solusi untuk mewujudkan kemudahan tersebut.
Mengetahui penyebab ikhtilaf dikalangan nahwiyyin.
Sudah menjadi rahasia umum para pengkaji gramatika Arab, bahwa kajian ilmu nahwu klasik maupun kontemporer banyak berangkat dari teori yang diproduksi oleh ulama klasik dari bashrah dan kufah. Bahkan menurut sebahagian ulama bahwa ijma adalah kesepakatan dua kubu tersebut dan menafikan yang lainnya. Masing-masing dari dua kubu tersebut terkadang memiliki pandangan yang berbeda dalam metode maupun epistemologi. Ketika terdapat perbedaan pada hal tersebut sudah tentu akan meniscayakan produk yang berbeda pula dalam menghasilkan sebuah teori. Nah dalam studi nahwu karya para ulama yang sudah instan, sering kita menemukan pendapat dan pandangan yang berbeda dalam membahas satu permasalahan. Dan latar belakang perbedaan tersebut akan bisa kita fahami dan maklumi jika kita menganalisa pemikiran mereka yang tidak akan terlepas dari kajian ushul an-nahwi.
Berpegang teguh pada ketetapan kaidah dengan alasan yang jelas dan kuat tanpa taklid buta.
Dalam realitanya taklid meruapakan posisi yang meragukan dalam bidang apapun, tak terkecuali dalam mengadopsi dan mengaplikasikan kalam Arab. Ketika para pengkaji dan pengguna kalam arab hanya dengan mengandalkan ilmu nahwu tanpa disertai penguasaan dalam bidang ushulnya, akan berdampak kegamangan dan keraguan pada hati dan fikiran, serta sulit untuk meniscayakan kebenaran dan kesalahan terhadap sebuah kaidah atau pendapat. Sebagaimana sindiran al-Anbari, bahwa para pengkaji gramatika arab yang hanya menukil ilmu teoritis secara instant tanpa mengetahui alasan secara rasional hanya akan diliputi kebingungan yang tidak akan berkesudahan.

Bidadari Itu

Bidadari itu: "Perempuan Shaleh"
masrul anam
"Benarkah hadis yang mengatakan bahwa kebanyakan penghuni neraka itu perempuan?" tanya seorang murid kepada Imam Ja'far. Fakih besar abad kedua hijrah itu tersenyum. "Tidakkah anda membaca ayat Al-Qur'an - Sesungguhnya Kami menciptakan mereka sebenar-benarnya; Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan, penuh cinta dan berusia sebaya (QS 56:36-37). Ayat ini berkenaan dengan para bidadari, yang Allah ciptakan dari perempuan yang saleh. Di surga lebih banyak bidadari daripada laki-laki mukmin." Secara tidak langsung, Imam Ja'far menunjukkan bahwa hadis itu tidak benar, bahwa kebanyakan penghuni surga justru perempuan.

Hadis yang 'mendiskreditkan' perempuan ternyata sudah masyhur sejak abad kedua hijrah. Tetapi sejak itu juga sudah ada ahli agama yang menolaknya. Dari Imam Ja'far inilah berkembang mazhab Ja'fari, yang menetapkan bahwa akikah harus sama baik buat laki-laki maupun perempuan. Pada mazhab-mazhab yang lain, untuk anak laki-laki disembelih dua ekor domba, untuk anak perempuan seekor saja. Mengingat sejarahnya, mazhab Ja'fari lebih tua, karena itu lebih dekat dengan masa Nabi daripada mazhab lainnya. Boleh jadi, hadis-hadis yang memojokkan perempuan itu baru muncul kemudian: sebagai produk budaya yang sangat maskulin ?
 
Karena banyak ayat turun membela perempuan, pada zaman Nabi para sahabat memperlakukan istri mereka dengan sangat sopan. Mereka takut, kata Abdullah, wahyu turun mengecam mereka. Barulah setelah Nabi meninggal, mereka mulai bebas berbicara dengan istri mereka (Bukhari). Umar, ayah Abdullah, menceritakan bagaimana perempuan sangat bebas berbicara kepada suaminya pada zaman Nabi.

Ketika Umar membentak karena istrinya membantahnya dengan perkataan yang keras istrinya berkata: Kenapa kamu terkejut karena aku membantahmu? Istri-istri Nabi pun sering membantah Nabi dan sebagian malah membiarkan Nabi marah sejak siang sampai malam. Ucapan itu mengejutkan Umar: Celakalah orang yang berbuat seperti itu. Ia segera menemui Hafsah, salah seorang istri Nabi: Betulkah sebagian di antara kalian membuat Nabi marah sampai malam hari? Betul, jawab Hafsah (Bukhari).
 
Menurut riwayat lain, sejak itu Umar diam setiap kali istrinya memarahinya. Aku membiarkannya, kata Umar, karena istriku memasak, mencuci, mengurus anak-anak, padahal semua itu bukan kewajiban dia. Anehnya, sekarang, di dunia Islam, pekerjaan itu dianggap kewajiban istri. Ketika umat Islam memasuki masyarakat industri, berlipat gandalah pekerjaan mereka. Berlipat juga beban dan derita mereka. Untuk menghibur mereka para mubalig (juga mubalighat) bercerita tentang pahala buat wanita saleh yang mengabdi (atau menderita) untuk suaminya: Sekiranya manusia boleh sujud kepada manusia lain, aku akan memerintahkan istri untuk sujud kepada suaminya (hadis 1). Bila seorang perempuan menyakiti suaminya, Allah tidak akan menerima salatnya dan semua kebaikan amalnya sampai dia membuat suaminya senang (hadis 2). Siapa yang sabar menanggung penderitaan karena perbuatan suaminya yang jelek, ia diberi pahala seperti pahala Asiyahbinti Mazahim (hadis 3). Setelah hadis-hadis ini, para khatib pun menambahkan cerita-cerita dramatis. Konon, Fathimah mendengar Rasul menyebut seorang perempuan yang pertama kali masuk surga. Ia ingin tahu apa yang membuatnya semulia itu. Ternyata, ia sangat menaati suaminya begitu rupa, sehingga ia sediakan cambuk setiap kali ia berkhidmat kepada suaminya. Ia tawarkan tubuhnya untuk icambuk kapan saja suaminya mengira service-nya kurang baik.
 
Cerita ini memang dibuat-buat saja. Tidak jelas asal-usulnya. Tetapi hadis-hadis itu memang termaktub dalam kitab-kitab hadis. Hadis 1: diriwayatkan dalam Sunan Abu Dawud. Tetapi Bukhari (yang lebih tinggi kedudukannya dari Abu Dawud) dan Ahmad meriwayatkan hadis sebagai berikut: Ketika Aisyah ditanya apa yang dilakukan Rasulullah di rumahnya, ia berkata: "Nabi melayani keperluan istrinya menyapu rumah, menjahit baju, memperbaiki sandal, dan memerah susu." Anehnya, hadis ini jarang disebut oleh para mubalig. Karena bertentangan dengan 'kepentingan laki-laki' ?
 
Hadis-hadis lainnya ternyata dipotong pada bagian yang merugikan laki-laki. Setelah hadis 2, Nabi berkata,"Begitu pula laki-laki menanggung dosa yang sama seperti itu bila ia menyakiti dan berbuat zalim kepada istrinya." Dan sebelum hadis 3, Nabi berkata, "Barang siapa yang bersabar (menanggung penderitaan) karena perbuatan istrinya yang buruk, Allah akan Memberikan untuk setiap kesabaran yang dilakukannya pahala seperti yang diberikan kepada Nabi Ayyub." Tetapi, begitulah, kelengkapan hadis ini jarang keluar dari khotbah Mubalig ( yang umumnya laki-laki ).
 
Maka sepeninggal Nabi, perempuan disuruh berkhidmat kepada laki-laki, sedangkan laki-laki tidak diajari berkhidmat kepada perempuan. Fikih yang semuanya dirumuskan laki-laki menempatkan perempuan pada posisi kedua. Beberapa gerakan Islam yang dipimpin laki-laki menampilkan ajaran Islam yang 'memanjakan' laki-laki. Ketika sebagian perempuan muslimat menghujat fikih yang mapan, banyak laki-laki saleh itu berang. Mereka dituduh agen feminisme Barat, budak kaum kuffar. Mereka dianggap merusak sunnah Nabi. Nabi saw berkata, "Samakanlah ketika kamu memberi anak-anakmu. Bila ada kelebihan, berikan kelebihan itu kepada anak perempuan." Ketika ada sahabat yang mengeluh karena semua anaknya perempuan, Nabi berkata, "Jika ada yang mempunyai anak perempuan saja, kemudian ia memeliharanya dengan sebaik-baiknya, anak perempuan itu akan menjadi pengahalang baginya dari api neraka

SEJARAH WANITA SEPANJANG ABAD

SEJARAH WANITA SEPANJANG ABAD
Oleh : masrul anam

Prolog

Konflik seputar status wanita dalam islam selalu menjadi topik yang enak dibicarakan. Pro dan kontra mewarnai arena diskusi yang tak pernah tuntas. Isu emansipasi persamaan ‘gender’ yang digaungkan menjadi standar wanita modern, tanpa harus melihat nilai-nilai moral dan etika yang bersumber dari Barat. Padahal hak-hak wanita sudah dilegalisasikan dan tertuang dalam al-Qur’an dan al-Hadist.
Posisi wanita dalam al-Qur’an jelas telah di gambarkan dan banyak ayat yang mengutamakan posisi wanita setara dengan pria diantaranya:

Firman Allah.

يأيها االناس اتقواربكم الذي خلقكم من نفس واحدة وخلق منها زوجها وبث منهما رجالا كثيرا ونساء واتقوا الله الذي تساءلون به والأرحا ان الله كان عليكم رقيبا (النساء :1)
Artinya :
“Hai sekalian manusia, takutlah kamu pada Tuhanmu yang menjadikan kamu dari diri yang satu dan menjadikan istri daripadanya, dan daripada keduanya kerkembang biak laki-laki dan perempuan yang banyak, dan takutlah kepada Allah yang pinta meminta kamu dengan nama-Nya.”(An Nisa : 1)

Pada ayat yang lain :

وهو الذي أنشأكم من نفس واحدة فمستقر ومستودع قد فصلنا الآيات لقوم يفقهون
Artinya :
“Dia yang menjadikan amu daripada diri (bangsa) yang satu (adam), kemudian kamu tetap (dalam rahim) dan tersimpan (dalam tulang punggung bapakmu). Sesungguhnya telah kami terangkan beberapa ayat bagi kaum yang mau memahami”. (al An’am : 98)

هو الذي خلقكم من نفس واحدة وجعل منها زوجها ليسكن اليها.
Artinya:
“Dia menciptakan kamu, dari diri (bangsa) yang satu, kemudian daripadanya Allah jadikan istrinya, supaya ia bersenang hati daripadanya”.(al A’raf:198)

خلقكم من نفس واحدة ثم جعل منها زوجها.
Artinya:
“Dia menciptakan kamu, dari diri yang satu (bangsa Adam) kemudia daripadanya Dia jadikan istrinya”. (az Zumar:6)

Sebagaimana tercatat dalam wahyu Ilahi. Jelas di gambarkan bahwa wanita diposisikan sangat mulia begitupun Nabi dalam memposisikannya (wanita) semulia-mulia derajat.
Seorang Sahabat pernah bertanya pada Rasul :

سأله أحد أصحابه صلى الله عليه وسلم حيث قال له صلى الله عليه وسلم : من أحب الناس اليك قال : "عائشة" رضي الله عنها وكذالك فى رواية أخرى أجابه منه صلى الله عليه وسلم عن نفس الؤال قال: "فاطمة" رضى الله عنها

Hadits diatas mengisyaratkan kemuliaan wanita pada posisinya yang baik itu ia sebagai istri/ pedamping hidup ataupun dia sebagai anak/qurratul ‘aini. Dalam Hadits yang lain, Nabi sangat menghargai dan menghormati sahabat-sahabat Khadijah (istri beliau), walaupun Khadijah telah wafat.

عن أنس قال : كان النبي صلى الله عليه وسلم اذا أتى بالهديه قال : اذهبوا الى فلانة فانها كانت صديقة لخديجة

Dalam kitab Imam bukhari dan Muslim terdapat hadits seperti ini :

وقوله صلى الله عليه وسلم : استوصوا باالنساء خيرا

Dalam Hadits diatas, di isyaratkan wanita secara umum dan dikhususkan pada status sebagai seorang ibu atau istri ataupun anak. Adapun Nabi sendiri sebaik-baik manusia dalam berprilaku terhadap istri-istri beliau, sebagaimana perkataan beliau kekpada istri-istrinya yang artinya :

“Apapun yang kamu nafkahkan pada istrimu adalah shadaqah, meski sesuap nasi”.

Wanita dalam pandangan pra islam

Wanita pada zaman Yunani kuno
wanita yunani pada masanya hanya sekedar yang diperjualbelikan. Mereka diperlakukan tidak selayaknya atau seyogyanya seperti anak adam, bahkan dianggap najis dan bagian dari setan penggoda kaum laki-laki.

Wanita dizaman Romawi Kuno
tak jauh beda dengan masa Yunani, bangsa Romawi memblehkan menikahi wanita sebanyak-banyaknya tanpa ada kaitan yang legal secara hokum ataupun norma sesuai agama yang mereka anut. Wanita hanya sekedar pemuas nafsu, bahkan pemuka agama bangsa Romawi itu sendiri menstempel label legalisasi diperbolehkannya menikai wanita lebih dari satu tanpa batas demi hanya melampiaskan nafsu kaum laki-laki.

Wanita Yahudi pada zamannya
sebagian bangsa Yahudi menganggap wanita sama dengan budak. Seora ng bapak punya wewenang menjual putrinya ketika masih kecil, dan wanita Yahudi tak dapat warisan dari bapaknya kecuali dalam satu hal bila si bapak mati tanpa memiliki anak laki-laki. Begitu sebaliknya bila ada anak laki-laki, maka anak perempuan diharamkan atas warisannya.

Wanita Persia pada zamannya.
Sebelum datangnya islam, tidak ada hak bagi wanita Persi dalam menghirup udara nafas kemuliaan, mereka di hina, direndahkan, di perlakukan tak selayaknya, bahkan tak ada hak yang sejajar dengan pria.

Wanita Hindustan
Tak ada hak hidup bagi wanita Hindu setelah meninggalnya suami, jadi walaubagaimanapun kebesaran, pangkat dan kedudukan tapi setelah sang suami meninggal dia harus mengikuti aturan agama yang telah ditetapkan yaitu tidak ada hak untuk hidup.
Adapun cara yang sudah menjadi ketetapan itu apabila mayat suaminya sudah dikremasikan, maka si istri juga dibakar dalam kondisi dia hidup.

Wanita Arab zaman Jahiliah
Tak jauh beda dengan bangsa lain, maka wanita Arab juga diperlakukan serendahnya. Wanita banyak dijadikan budak pemuas laki-laki. Diperjual belikan dan sebagainya sampai-sampai hal yang paling menjijikan dikalang keluargapun tetap ditegakkan yaitu wanita menurut mereka hanya bagian harta kekayaan. Anak laki-laki mewariskan janda bapaknya setelah meninggalnya. Kezaliman terhadap wanita terjadi dengan mewariskannya secara paksa. Dan masih banyak lagi hal-hal dzalim yang dilakukan pada wanita.

Wanita di zaman Islam
Kemudian datanglah islam yang merubah paradigma yang jauh akan kebahagiaan yaitu dari zama jahiliah menuju zaman yang terang gemilang. Tentunya dengan datangnya islam para wanita memiliki nafas segar dengan menghirup nafas kemuliaan dan indahnya islam. Wanita tidak lagi seperti zaman Yahudi, wanita tidak lagi seperti zaman Persia, wanita tidak lagi seperti zaman Yunani dan wanita tidak lagi seperti di zaman Ramawi tapi wanita sudah memiliki hak dalam islam dengan derajat yang disandangnya, memiliki hak sesuai dengan posisinya pria.

Firman Allah :
ياايهاالدينءامنوالايحل لكم ان ترثواالنساءكرهاا النساء:19)
Artinya:
“Hai orang-orang yang beriman, tiada halal bagimu mewariskan wanita dengan paksaaan; (An Nissa: 19)

Adapun jahiliyah yang sudah popular di benak kitajuga dengan membunuh anak kecil perempuan ketika lahir, terlihat dari wajah-wajah mereka malu dan sedih, sebagaimana al-Qur’an menjelaskan:

وادابشراحدهم باالانثى ظل وجهحه مسواوهوكظيم58 يتورى من القوم من سوءمابشربه ايمسكه على هون ام يدشه فى التراب الا ساءما يحكمون 59

Artinya:
“Apabila salah seorang mereka diberi kabar gembira dengan anak perempuan, lalu mukanya menjadi hitam, sedang ia berduka cita(menahan kemarahannya)ia bersembunyi diri dari kaumnya, karena kejahatan apa yang di beri kabar gembira kepadanya, Apakah akan dipegangnya anak itu dengan(menanggung) kehinaan atau dikuburkannya kedalam tanah?ingatlah amat jahat hukuman mereka itu.

Islam telah mengatur pola hidup manusia sesuai dengan posisinya masing-masing akan tetapi h tentang setara gender atau emansipasi yang bersandarkan barat, telah merasuk dalam pola piker wanita muslimah era sekarang dengan tanpa merujuk kepada nash-nash yang syar’i
Al- Qur’an dan hadits sendiri sudah memberikan hak-hak kepada wanita dengan sejajar kaum pria akan tetapi kaum hawanya sendiri yang terlibat dalam lingkungan jahilliyah modern. Globalisasi jaman telah menutup sebelah mata kita dengan trend trend kemajuan yang menggiurkan, tanpa disadari para kaum hawa kembali pada jaman kegelapan. Contoh konkrit tidak ada infotainment ataupun iklan yang sepi dari kaum hawa dari permen kopiko sampai mobil avanza. Paras dan body wanita diperjual belikan dengan harga yang mumpuni, nah kita sebagai wanita muslimah dan ibu bagi generasi bangsa mau diarahkan kemana kompas hidup peradaban bani adam. Sebagaimana ucapan penyair Ahmad Syaufy:

الام مدرسة اذا اعددتها # اعددت شعبا طيب الاعراق

Seorang perempuan ketika sudah mengetahui hakikat tugas dalam hidupnya sungguh bagaiman agungnya ia dalam pandangan islam akan berusaha untuk menjadi seorang istri yang teladan akan perempuan yang soleh dan bertaqwa

Makanya sempurna agama ini dengan turunnya ayat:
Yang artinya:
“Pada hari ini (arafah) Aku sempurnakan bagimu agamamu dan Aku cukupkan nikmat-Ku untukmu dan Aku ridhoi islam menjadi agamamu”.(al Maidah:3)

Penutup
Demikianlah makalah yang sederhana nan jauh dari kesempurnaan ini sebagai tangga untuk lebih mengetahui permasalahan-permasalahan yang sering kali salah dalam persepsi tentang wanita. Semoga dengan minimnya isi makalah ini kita dapat mengenal lebih jauh paradigma-paradigma yang berkaitan dengan sejarah-sejarah wanita dan kedudukannya. Semoga bermanfa’at.

Daptar Pustaka:
*”Terjemahan al-Qur’an Karim”. Prof. H. Mahmud Yunus. Pen. PT al-Ma’rif Bandung.
*”Seni Menumbuhkan Cinta”. Khalid As Sayyid Abdul ‘Aal.
*”Kedudukan Wanita dalam Islam”. M ‘Athiyah al-Ibrasy. Pen. Al-Usrah. Cet. 2003
*”Peran Wanita dalam Peradaban Islam”. Ali Jum’ah.
*”Majalah al-Azhar”. Maret/April 2005.

Biodata Iblis

BIODATA IBLIS
Masrul anam
Berikut ini maklumat mengenai musuh ketat anda, Iblis yang dilaknati Allah.
Pengenalan Diri
Nama : Iblis La’natullah
Tarikh kelahiran : Sejak ia enggan sujud kepada Adam setelah diperintahkan oleh Allah
Status diri: Fasiq kelas pertama
Agama: Kufur
Tempat tinggal: Hati-hati orang yang lalai
Kawasan / Daerah : Semua tempat yang tidak ada di dalamnya usaha mengingati Allah
Tunjuk arah perjalanan : Bengkang bengkok (tiada haluan)
Tempat tinggal tetap : Neraka Jahanam. Tempat paling celaka.
Isteri di dunia: Setiap wanita yang tidak menutup aurat
Kaum kerabat: Semua golongan Tirani (taghut)
 
Status Perniagaan
Modal pusingan : Angan-angan kosong
Tempat pertemuan : Pasar
Musuh / Saingan : Tiap orang Islam
Dalil atau Hujah : Fatamorgana (maya)
Motto kerja : "Hipokrasi asas akhlak"
Uniform kerja: Segala warna, seperti sesumpah. Tiap tempat ada warnanya
Kesukaannya: Orang yang lalai dari mengingati Allah.
Yang melemahkannya: Istighfar
Lambang korporat: Sebarang tatu
Pejabat : Tandas dan bilik air
Sifatnya: Muzabzab. Mengikut angin ; menurut keperluan
Rakan-rakan kongsi : Golongan munafiq
Sumber rezeki : Harta haram
Jenis perkhidmatan : Menyuruh yang mungkar dan menggalakkan kemungkaran
Arahannya: Selalu mengarahkan supaya manusia melahirkan kebejatan (perkara yang tidak baik)
Jawatan : General Manager golongan al-Maghdhubi alihim dan golongan ad Dhallin
Tempoh Perkhidmatan : Sampai hari kiamat
Hala perjalanan : Jalan ke neraka
Laba Perniagaan: Habaan Manthura (masuk angin keluar asap)
Rakan kongsi : syaitan-syaitan dari kalangan jin dan manusia
Teman sejawat : Orang yang berdiam diri tidak mengatakan kebenaran
Jenis tanggungan : Pembohongan
Ganjaran : Dosa dan segala jenisnya
Kaedah komunikasi : Mengumpat, mengadu domba dan mengintip
Makanan yang disukai : Daging orang mati (ghibah)
Yang ditakuti : Mu’min yang bertaqwa
Yang dibenci : Orang yang selalu mengingati Allah, baik lelaki maupun perempuan
Daya tahan : "Sesungguhnya tipu daya syaitan sangatlah lemah"
Perangkapnya : Wanita
Kegemarannya : Menggoda dan menyesatkan
Cita-citanya : Supaya semua orang menjadi kafir
Ajalnya : Pada waktu tertentu menjelang kiamat
Kerja yang paling disukai : Homoseks dan lesbian
Kod isyarat pertutura untuk pengikutnya : "Aku"(sebutan egoistik orang yang takabbur)
Para penghiburnya : Seniwati dan seniman
Janji-janjinya : Menjanjikan kekafiran
Yang menyebabkan ia menangis : Bilamana orang sujud kepada Allah
 
(Petikan dan susun-suai dari kitab: al Wiqayah min al jin wa al syaitan)